Search

6 Masalah Penyaluran Bansos Selama Pandemi Corona - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat Pertanian Khudori membeberkan enam permasalahan dalam penyaluran program bantuan sosial (bansos) di tengah pandemi covid-19. Masalah itu mulai dari sosialisasi yang belum efektif hingga penyaluran program sembako yang tak sesuai ketentuan.

Pertama, soal sosialisasi. Pemerintah menggelar sosialisasi lewat telekonferensi, media daring, dan surat edaran kepada kelompok penerima manfaat (KPM). Namun, menurut Kudhori, hal tersebut tak efektif karena banyak penerima manfaat yang tak tahu nilai bantuan dan berapa lama program.

"Karena informasi via WA terbatas dan tak semua KPM punya ponsel serta paket data," ujarnya dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi, Rabu (7/10).


Kedua, verifikasi penerima bantuan yang dilakukan Kemensos juga tak lazim. KPM Program Keluarga Harapan dan Program Sembako perluasan ditetapkan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diberikan ke Dinas Sosial dan Pelaksana Program di daerah serta bank penyalur dan aplikasi e-PKH.

Padahal, biasanya verifikasi dan validasi dilakukan sebelum penentuan KPM. Sebelum penentuan KPM akan ada proses data cleansing, pembukaan rekening kolektif di bank penyalur, dan pencetakan Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS).

"Karena waktu terbatas dan pandemi, verifikasi dan validasi KPM perluasan digelar setelah semua kegiatan di atas selesai. Verifikasi dan validasi terutama hanya untuk melihat kesesuaian data dengan dokumen kependudukan KPM," tuturnya.

Hal ini menyebabkan target KPM perluasan belum tepat sasaran. Ada KPM meninggal, pindah serta tidak masuk dalam golongan miskin atau rentan.

"Di satu kecamatan, ada 458 dari 2.343 (19,5 persen) KPM Program Sembako tak lolos verifikasi dan validasi dan KKS-nya ditahan. Pada PKH, KPM yang tak lolos baru bisa dibatalkan saat pencairan berikutnya," ucapnya.

Ketiga, Data KPM PKH dan Program Sembako yang belum terintegrasi dan menyebabkan KPM PKH tak menerima Program Sembako. "Di salah satu kecamatan di Jakarta Timur, misalnya, ada 30 persen penerima PKH tidak menjadi penerima Program Sembako," lanjut Khudori.

Keempat, adalah program bantuan yang belum valid dan lambatnya proses penyaluran KPM perluasan. Hal ini dapat dilihat dari indikasi data KPM perluasan yang tak tepat, tak valid atau tak dimutakhirkan.

Padahal, menurut aturan, daerah harusnya memutakhirkan DTKS tiap 3 bulan sekali. "Akan tetapi, tak banyak daerah patuh. Di Badung dan Maros, pemda belum mendukung pemutakhiran," jelas Khudori.

Di samping itu, ketika KPM reguler mencairkan bantuan pada April, KPM perluasan baru menerima pencairan bantuan pada Mei.

"Bahkan di Bekasi hingga awal Juni belum cair. Ini karena proses yang mendahului seperti data cleansing, verifikasi dan validasi terlambat," ungkapnya.

Kelima, ada pula masalah penyesuaian bantuan PKH yang dinilai belum sepenuhnya memberi manfaat. Khudori mencontohkan, kenaikan 25 persen bantuan PKH belum adil, terutama bagi yang nilai bantuan kecil.

"Misal, KPM dengan satu komponen anak SD, bantuan hanya naik Rp75 ribu per bulan dari Rp180 ribu jadi Rp225 ribu per triwulan," ucapnya.

Nilai tersebut tentu lebih kecil dari bansos tunai yang mencapai Rp600 ribu per bulan.

"Penyesuaian frekuensi pencairan PKH dari 3 bulanan menjadi bulanan juga kurang memberi manfaat bagi KPM berbantuan kecil karena biaya admin dan transpor bertambah serta pengambilan di ATM terbatas jumlahnya," bebernya.

Keenam, masalah penyaluran bantuan Program Sembako atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang tak sesuai ketentuan. Seharusnya, KPM punya keleluasaan memilih jenis dan jumlah bahan pangan, waktu pengambilan dan memilih e-Warong.

Namun, pada praktiknya KPM mengambil bantuan berbentuk paket yang ditentukan pelaksana program di kabupaten atau kota di e-Warong tertentu dan hanya dapat melakukan pengambilan sebanyak satu kali.

Seringkali, kata Khudori, alasannya adalah memudahkan pelaksana memonitor dan menjamin ketersediaan barang secara serentak.

"Tapi dampaknya adalah bantuan yang diberikan akhirnya tak selalu sesuai kebutuhan dan selera. Nilai bantuan juga tak sesuai dan e-Warong tak leluasa pilih pemasok," tandasnya.

Terkait hal ini, dalam kesempatan yang sama Staf Ahli Kementerian Sosial Andi Z.A Dulung mengatakan pihaknya sudah berupaya meminta bank penyalur untuk memastikan e-Warong yang menyalurkan program sembako tersebut tak memberikannya dalam bentuk paket.

"Kami dari kementerian sudah minta agar ke depan ini tidak dipaket-paketkan lagi. Pak Mentri juga sudah bilang kalau ini ke depan akan diperjelas petunjuk teknisnya supaya KPM juga bisa memilih bantuan sembako sesuai kebutuhan," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]

(hrf/age)

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi Aje https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201008201256-532-556227/6-masalah-penyaluran-bansos-selama-pandemi-corona

Bagikan Berita Ini

0 Response to "6 Masalah Penyaluran Bansos Selama Pandemi Corona - CNN Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.